guru tak boleh memaksa siswa dalam menggunakan pakaian yang bertentangan dengan kepercayaan agamanya
Jakarta (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta memberikan edukasi ke seluruh sekolah di Ibu Kota untuk menerapkan keberagaman dan sikap saling menghargai.

Kepala Sub Koordinator Humas dan Kerja Sama Antarlembaga Disdik DKI Jakarta Taga Radja Gah mencontohkan Pemerintah Kota Jakarta Utara yang kini tidak menemukan lagi kasus diskriminasi guru terhadap siswa sejak adanya laporan dari DPRD DKI Jakarta tahun 2020.

"Seperti yang dilakukan Suku Dinas Pendidikan (Sudindik) Wilayah I Jakarta Utara. Akhirnya di wilayah ini mencatat sudah tidak ada kasus diskriminasi guru terhadap siswa, seperti laporan yang diungkap sejak 2020 lalu di mana terdapat 10 sekolah di dalamnya," ucap Taga dalam keterangan di Jakarta, Senin.

Bahkan, Organisasi perangkat daerah (OPD) tersebut menyatakan bakal memberikan sanksi tegas terhadap guru intoleran di sekolah, pasalnya Disdik ingin menjamin tumbuh dan berkembangnya keberagaman di sekolah, sehingga tidak akan ada lagi pemaksaan terkait dengan atribut-atribut keagamaan di sekolah.

"Untuk sanksi tegas nantinya juga berlaku bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI khususnya di bidang pendidikan," kata Taga.

Adapun cerita suksesnya penerapan keberagaman di sekolah, dibagikan oleh Kepala Sudindik Jakarta Utara Sri Rahayu Asih Subekti yang mengatakan secara rutin melakukan pengawasan terhadap kegiatan di sekolah termasuk para guru dan siswa.

Ia juga menyebut pentingnya mengedepankan keterbukaan dalam berkomunikasi agar tak terjadi tindakan diskriminasi.

"Jadi semua pergerakan di sekolah kita ajak ngobrol semua terkait dengan profil pelajar Pancasila. Jadi kegotongroyongan, kebhinekaan itu kita tekankan untuk diutarakan dan ternyata tidak ada satupun (kasus diskriminasi)," ujar Asih saat dikonfirmasi.

Pihaknya mengedepankan program yang menunjukkan kebersamaan keberagaman umat beragama di sekolah untuk para siswa, seperti dengan mengenalkan rumah ibadah tiap agama kepada semua siswa yang berbeda kepercayaan.

"Bahkan tadi saya ke SMPN 122, itu ada pelajar yang Hindu, Kristen, Budha itu mereka sama-sama berkarya di rumah ibadah muslim. Itu ada lomba-lomba 17 Agustus mereka bikin konten kebhinekaaan dan tempatnya kebetulan di mushala," ucapnya.

Ia juga mengingatkan, kepada  guru dan tenaga pengajar di sekolah pentingnya mematuhi SKB tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut serta Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 178 Tahun 2014 tentang penggunaan seragam sekolah di sekolah negeri.

Dalam regulasi tersebut, dijelaskan bahwa guru tak boleh memaksa siswa dalam menggunakan pakaian yang bertentangan dengan kepercayaan agamanya atau mengenai pemaksaan penggunaan hijab.

"Karena kami kan sudah punya role dari Permendikbud dan Pergub yang terkait juga dengan seragam dan lain-lain. Jadi intinya kita terbuka kalo ada masalah apapun dibicarakan," tutur Asih menambahkan.

Adapun 10 sekolah yang disebut oleh Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta sebagai sekolah bermasalah karena intoleran, kata Taga, merupakan hasil temuan sejak tahun 2020 sampai 2022.

"10 sekolah yang diinfokan saat rapat kerja dengan Fraksi PDI Perjuangan itu, adalah hasil inventarisir dari Fraksi PDIP dari tahun 2020 sampai terakhir saat ini (tahun 2022)," ujar Taga.

Dia menegaskan bahwa kasus yang sudah terbukti terjadi pelanggaran sudah ditindaklanjuti dengan pemberlakuan sanksi disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan untuk kasus terbaru saat ini mengenai kewajiban jilbab, masih didalami oleh tim namun dipastikan peserta didik tetap bersekolah.

Taga menjelaskan, ada dua regulasi yang mengatur soal penggunaan seragam dan atribut di sekolah. Aturan itu adalah Permendikbud Nomor 45 tahun 2014 tentang Seragam Sekolah dan Pergub DKI Jakarta Nomor 178 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah.

Kebijakan itu kemudian disosialisasikan Disdik DKI Jakarta melalui Surat Edaran Nomor 83/SE/2015 tentang Pakaian Dinas Bagi Pendidik, Tenaga Pendidik dan Pakaian Seragam Sekolah dan Olahraga bagi Peserta Didik. Dalam aturan itu, kata Taga, tidak ada pasal yang mewajibkan para pelajar untuk memakai atribut keagamaan di sekolah.

"Jadi tidak ada pasal yang menyebutkan kata wajib, tapi dapat disesuaikan dengan agama, keyakinan, dan keterpanggilan peserta didik yang bersangkutan," ucapnya.

Dia menambahkan, edukasi tentang keberagaman dan sikap saling menghargai diberikan kepada 2.008 sekolah negeri dan 6.837 sekolah swasta. Sasarannya adalah 41.658 guru di sekolah negeri dan 52.404 di sekolah swasta.

"Edukasi ini juga diberikan kepada 935.457 peserta didik di sekolah negeri dan 718.829 peserta didik di sekolah swasta. Ini tentunya, mempunyai tantangan tersendiri dan dengan adanya masukan, serta pengaduan masyarakat tentu akan kami tindaklanjuti," ucapnya.
Baca juga: DPRD DKI awasi penanganan intoleransi di satuan pendidikan
Baca juga: Disdik DKI terapkan sanksi tegas kepada oknum intoleran
Baca juga: Fraksi PDI-P DPRD DKI minta Anies tindak oknum intoleran di sekolah

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2022