Jakarta (ANTARA) – Pelaku industri asuransi dan reasuransi dinilai perlu memperhatikan empat faktor yang secara global akan memengaruhi prospek tarif atau harga pada 2022.

Keempat faktor tersebut adalah peningkatan biaya dari perubahan iklim global, penyebaran kapasitas bencana, tekanan pada pendapatan reasuransi yang terkait dengan kondisi hardening market, serta keterbatasan modal baru.

Hal itu diungkapkan Rudolf Regent, Director PT Aon Reinsurance Brokers Indonesia, dalam Session 1 dari rangkaian “Tugure Sharing Session Series” dengan mengangkat tema Market Outlook 2022.

Rudolf menjelaskan peningkatan biaya perubahan iklim global ini terkait dengan data yang menunjukkan peningkatan biaya klaim atas risiko bencana alam yang meningkat signifikan pada periode 2019-2022.

Pada periode tersebut total klaim asuransi akibat bencana alam mencapai 71 miliar dolar AS atau melampaui rata-rata klaim bencana alam dalam 10 tahun terakhir.

“Selama 3 tahun berturut-turut, kerugian yang diasuransikan dari bencana alam besar telah mencapai di atas rata-rata 10 tahun sebesar 71 miliar dolar AS,” ungkapnya.

Faktor berikutnya adalah penyebaran kapasitas bencana. Rudolf menjelaskan dalam hal ini terjadi perubahan selera dari para reasuransi global dalam aspek selera (appetite) underwriting. 

Beberapa pelaku besar di industri reasuransi, sebutnya, bahkan akan mengurangi kapasitas untuk bisnis katastropik.

“Ada kapasitas yang cukup besar, tetapi perusahaan reasuransi menjadi lebih cerdas dalam cara mereka menerapkannya.”

Faktor berikutnya adalah tekanan pada pendapatan reasuransi. Rudolf menjelaskan bahwa tekanan pada pendapatan reasuransi itu sudah terjadi sejak 2017. Namun, peningkatan klaim atas risiko bencana alam, dampak pandemi Covid-19, minimnya pengembangan cadangan pada tahun sebelumnya dan proteksi retrosesi yang kian mahal menjadi tantangannya.

Alhasil, reasuransi mengambil langkah tegas dengan menaikkan harga dan mengetatkan syarat dan ketentuan (terms and condition). Hal inilah yang dikenal dengan kondisi hardening market yang terjadi di pasar asuransi dan reasuransi global pada 2022.

“Hardening market didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan pendapatan,” ungkapnya.

Rudolf menambahkan faktor terakhir yang memengaruhi pasar reasuransi pada 2022 adalah modal baru yang terbatas. Hal ini juga dipengaruhi oleh besarnya kerugian yang dialami industri dalam beberapa tahun terakhir.

“Ada sedikit tanda modal baru memasuki pasar untuk tahun 2022,” ungkapnya.

Sebagai informasi, “Tugure Sharing Session Series” diselenggarakan PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) dengan terdiri dari lima rangkaian kegiatan sesi diskusi offline dan berlangsung antara Januari hingga Agustus 2022 di sejumlah lokasi.

Tugure Sharing Session Series menjadi upaya Tugure untuk meningkatkan literasi asuransi bagi mitra usaha. 

Dengan begitu, Tugure berharap para mitra usaha bisa bersiap dalam menghadapi tren terkini di industri asuransi pada 2022.

Selain Rudolf Regent, Tugure juga mengundang pembicara yang berkompeten lain dalam rangkaian Tugure Sharing Session Series, termasuk Capt. Dikarioso Sabirin, Ketua Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia.

Adapun dalam Tugure Sharing Session Series, Tugure telah menyelenggarakan Property Statistic Sharing Session di Bogor pada Januari 2022, Treaty Sharing Session: Market Update & Alternative Program di Bali pada Maret 2022, dan Treaty Sharing Session: Burning Cost Method for XL Pricing di Bintan pada Juni 2022. 

Kegiatan yang baru saja di selenggarakan pada minggu ke tiga bulan Agustus 2022 dengan mengangkat tema Marine Cargo Sharing Session: Case Study for Common Risk & War Risk.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2022