Jakarta (ANTARA News) - Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) membetuk tim diketuai Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) dan penanggung jawab Kepala Staf TNI AD (Kasad) didampingi Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS) untuk menyelidiki kasus kepemilikan 145 senjata oleh Wakil Asisten Logistik Kasad, Brigjen TNI Koesmayadi (almarhum). "Tim sudah dibentuk, Danpuspom sebagai ketua, penanggung jawab Kasad di damping Ka BAIS," kata Panglima TNI, Marsekal TNI Djoko Suyanto, di Kantor Kepresidenan di Jakarta, Jumat sore, setelah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertemuan itu dilakukan secara mendadak, karena sebelumnya tidak dijadwalkan. Selain Panglima, dalam pertemuan itu juga hadir Kasad, Jenderal TNI Djoko Santoso, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar. Presiden Yudhoyono pada Jumat pagi (30/6) meminta, agar kasus tersebut diselidiki secara tuntas, dan hukum ditegakkan terhadap mereka yang terlibat dalam kasus itu. Brigjen Koesmayadi meninggal dunia pada Minggu (25/6) siang di kediamannya di Jalan Pangandaran, Kompleks Raflesia, Cibubur, Jakarta Timur, akibat serangan jantung. Sesuai dengan prosedur baku internal TNI, maka pada hari yang sama dilakukan penarikan kembali inventaris senjata di rumah almarhum di Jalan Pangandaran Nomor 15, Ancol, Jakarta Utara. Petugas TNI-AD di lokasi tersebut menemukan 145 pucuk senjata, terdiri atas 96 senjata laras panjang, senjata laras panjang tanpa alur tujuh pucuk, 42 senjata laras pendek dan amunisi atau peluru sebanyak 28.985 butir. Puluhan senjata itu, sesuai temuan petugas TNI-AD, terdiri atas jenis Senapan Serbu (SS)-1, MP5, M16 dan AK, yang merupakan senjata baku di satuan TNI AD. Selain itu, mereka menemukan sembilan granat tangan dan 28 teropong. Menurut Panglima TNI, senjata-senjata yang ditemukan di kediaman almarhum Brigjen TNI Koesmayadi telah disita, dan saat ini telah diamankan di POM-AD. Tim tersebut dalam dua hingga tiga hari ini mengumpulkan berbagai bukti dan dokumen guna mengungkap proses aliran senjata yang jumlahnya sedemikian banyak. "Saya kira proses itu tidak hanya berjalan satu atau dua hari. Kemudian, prosesnya bagaimana kok bisa sampai berkumpul di situ, dan kalau ada indikasi pelanggaran disiplin, pelanggaran hukum, nanti hukum yang bicara," demikian Marsekal TNI Djoko Suyanto. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006