Osaka (ANTARA News) - Jodoh ditangan Tuhan. Tiga kata itu nampaknya tidak hanya berlaku bagi manusia yang tengah mencari pasangan hidup, tapi juga di dunia bisnis.

Setidaknya hal itu terlihat ketika perusahaan peralatan penggilingan padi dari Jepang yaitu Satake Corporation bertemu pengusaha nasional Rachmat Gobel.

Perwakilan Satake Corporation di Thailand yang selama ini memasarkan produksinya di Indonesia rupanya jatuh hati, hingga akhirnya memutuskan "menikah" dengan kelompok usaha Gobel dengan membentuk usaha patungan yaitu PT Satake Gobel Indonesia.

"Sudah jodoh barangkali," kata GM Divisi Bisnis Asia Satake Corporation, Yoshimasa Tomoyasu, ketika menjawab pertanyaan mengapa baru pertengahan tahun ini membentuk perusahaan patungan dengan mitra lokal.

Padahal pihak Satake mengaku sudah memasarkan produknya di Indonesia sejak sekitar 40 tahun lalu. Selama itu pula, Satake hanya berani bekerja sama dengan perusahaan distributor tanpa ikatan kuat dalam bentuk perusahaan patungan.

Tomoyasu mengaku terkesan dengan pemikiran Rachmat Gobel saat bertemu dan bertukar pikiran tentang bagaimana membangun sektor pertanian, khususnya padi.

"Kami bertemu saat ada proyek penggilingan beras di Mojokerto. Misi Pak Gobel cocok dengan Satake, langsung jodoh," ujar Tom, panggilan Tomoyasu.

Tidak itu saja, reputasi Rachmat Gobel sebagai pengusaha nasional dan pimpinan kelompok usaha Gobel juga menjadi pertimbangan Satake yang telah memiliki 10 basis produksi di berbagai negara di dunia, antara lain Thailand, Brazil, dan Amerika Serikat.

"Selain itu kami menilai Rachmat Gobel juga mengerti budaya dan cara berpikir orang Jepang, apalagi dia Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia Jepang (PPIJ) dan sudah lama menjadi mitra Panasonic," kata Tom memperkuat alasan Satake memilih "kawin" dengan kelompok usaha Gobel untuk memperluas pemasaran produknya di negeri ini.

Pendirian perusahaan patungan tersebut ditandatangani Senin (8/6) di Hiroshima, Jepang, antara pemimpin kelompok usaha Gobel, Rachmat Gobel, dengan pimpinan dan CEO Satake Corporation, Ibu Toshiko Satake.

Awal Perkawinan dalam bentuk usaha patungan di bidang pemasaran itu merupakan tahap awal bagi kedua perusahaan untuk merintis kerja sama jangka panjang membangun industri peralatan pertanian pascapanen di Indonesia.

"Ini baru langkah awal. Namun saya memperkirakan 5--10 tahun ke depan, akan ada basis produksi Satake di sini," ujar Rachmat Gobel optimistis.

Investasi usaha patungan tersebut, diakui Rachmat, tidak besar, hanya sekitar satu juta dolar AS.

Grup Gobel melalui anak perusahaannya PT Gobel Luwia Investama menanamkan modal sebesar 400 ribu dolar AS dan Satake Corporation melalui anak perusahaannya di Thailand sebesar 600 ribu dolar AS.

Perusahaan pemasaran tersebut akan beroperasi di Surabaya, Jawa Timur, pada Januari 2014.

"Perusahaan tersebut akan memperluas pemasaran sekaligus memperkuat pelayanan purnajual produk-produk kami," ujar Tomoyasu.

Ia yakin pasar peralatan penggilingan padi di negeri ini sangat besar mengingat Indonesia merupakan negara pertanian dengan produksi padi lebih dari 54 jutaa ton dan penduduk sekitar 240 juta jiwa.

"Saya perkirakan dalam waktu yang tidak begitu lama, produk peralatan penggilingan padi yang selama ini kami impor dari Thailand tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia," kata Tomoyasu.

Pada saat itulah, lanjut dia, Satake akan mempertimbangkan membangun perakitan di Indonesia bersama kelompok usaha Gobel.


Industri penggilingan padi

Bagi Rachmat yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Infrastruktur dan pernah menjadi Wakil Ketua Kadin Bidang Industri, keberadaan basis produksi peralatan penggilingan padi di Indonesia sangat penting, agar harga mesin tersebut menjadi lebih murah, dan bisa dibeli oleh para petani.

"Kami akan mengembangkan sistem sewa peralatan penggilingan padi ini guna menumbuhkan usaha kecil di daerah sekaligus membantu meningkatkan kesejahteraan petani dengan hasil berupa beras yang nilai tambahnya tinggi," ujar Rachmat.

Mesin penggilingan padi Satake mampu menghasilkan beras kualitas medium hingga kelas atas, karena tingkat pecahannya sangat rendah hanya sekitar lima persen. Bandingkan dengan penggilingan padi tradisional yang tingkat pecahannya bisa mencapai 20--25 persen.

"Mesin itu juga memberikan efisiensi sekitar 30 persen, sehingga beras yang dihasilkan lebih banyak, dengan sedikit sisa yang terbuang," kata Presdir PT Lumbung Padi Indonesia, Fara Luwia yang tengah membangun penggilingan padi terintegrasi di Mojokerto, Jawa Timur, dengan menggunakan mesin Satake.

Fara Luwia merupakan mitra kelompok usaha Gobel untuk usaha patungan dengan Satake Corporation yang berdiri sejak 1896. Terus ke bidang peralatan pertanian sebenarnya juga bukan hal yang baru bagi kelompok usaha Gobel yang lebih dikenal sebagai mitra Panasonic, Matsushita Corp.

Sebelum masuk ke industri elektronik, pendiri kelompok usaha itu Mohamad Thayep Gobel telah lebih dulu merintis bisnis di bidang peralatan pertanian.

"Saat itu almarhum ayah saya berharap pertanian di dalam negeri berkembang, sehingga mampu memberikan kebanggaan bagi para petani," kenang Rachmat Gobel.

Namun, bisnis dan pengembangan industri alat pertanian berupa traktor tangan itu terhenti, karena Thayep Gobel ingin konsentrasi pada industri elektronika yang tengah berkembang pesat.

"Pengembangan di bisnis pertanian atau pangan ini sempat tertunda, bukan berhenti," ujarnya. Kini, ia berusaha menghidupkannya kembali setelah lebih dari 40 tahun mati suri.

Ia menilai saat ini adalah waktu yang tepat mengingat masalah kerawanan pangan dan energi semakin mengkhawatirkan. "Saatnya kini lebih membantu petani meningkatkan nilai tambah pada hasil panen mereka, agar mereka lebih semangat berproduksi," ujar Rachmat.

Ia optimistis "pernikahan" dengan Satake akan memberi nilai tambah pada petani di dalam negeri, karena peralatan penggilingan padi dari Jepang itu mampu meningkatkan efisiensi beras yang dihasilkan hingga 30 persen.

"Beras yang dihasilkan pun berkualitas tinggi dengan bulir yang sebagian besar utuh sehingga harga beras bisa dijual lebih mahal," ujar Rachmat.

Ia berencana mengembangkan sewa alat penggilingan padi kepada usaha kecil maupun petani di daerah, sehingga akan lebih banyak lagi petani yang mampu menghasilkan beras bernilai tambah tinggi. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013