Jakarta (ANTARA News) - Terpidana mati Gunawan Santoso yang tertangkap oleh tim reserse Polda Metro Jaya, di Plaza Senayan, Jumat sore (15.30 WIB), ternyata memiliki identitas lain bernama Calvin Satya. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Humas Polda Metro Jaya), Kombes Pol. Ketut Untung Yoga Ana, mengatakan hal tersebut kepada pers di Jakarta, Jumat malam, terkait informasi penangkapan Gunawan. "Sebelum menangkap, tim reserse sempat menanyakan identitas atas nama Calvin Satya," kata dia. Namun, petugas yang sudah meyakini bahwa yang dihadapi adalah Gunawan Santoso, tim reserse segera menangkapnya, bahkan Gunawan sempat mencoba melawan saat hendak ditangkap. "Ia tidak berhasil melarikan diri karena polisi juga dibantu oleh dua orang petugas satpam Plaza Senayan ketika menangkap," katanya. Dari hasil interogasi Polda Metro Jaya, kata Ketut, petugas mendapatkan keterangan bahwa Gunawan selama buron selalu berpindah tempat, namun lebih banyak berdomisili di Singapura. Dalam tiga pekan terakhir, Gunawan terus berada di Jakarta dan selalu ditemani seorang wanita. "Saat penangkapan, wanita ini tidak dapat teridentifikasi karena kabur di saat polisi menangkap Gunawan," kata dia. Hingga kini, Gunawan masih diperiksa intensif di Polda Metro Jaya untuk selanjutnya akan diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang. Ketika ditangkap, pembunuh bos PT Asaba itu sedang berbelanja dan menggunakan topi berwarna hitam putih merek DNG, kaca mata bening merek Armani, kaos kerah, dan celana jins biru. Tim reserse mulai membuntuti Gunawan di depan butik Louis Vitton lalu masuk ke butik Hugo Boss, dan ketika tiba di butik Burberry tim menanyakan identitas si terpidana sebelum menangkapnya. Pada persidangan Kamis 24 Juni 2004, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) memvonis hukuman mati terhadap terdakwa Gunawan Santoso, otak pembunuhan Direktur PT Asaba, Boedy Angsono, dan pengawalnya yang anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, Prada Edi Siyep. Putusan PN Jakut diperkuat oleh Mahkamah Agung (MA), yang juga penolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya. Gunawan dalam catatan polisi dinilai cukup licin setelah piawai kabur beberapa kali dari penjara. Untuk menghilangkan jejak, ia juga melakukan operasi wajah ringan. Tapi, ia tetap saja gagal menghilangkan tahi lalat di dekat bokongnya, sehingga terbongkarlah penyamaran Gunawan. Pada 16 Januari 2003, Gunawan alias Acin kabur dari LP Kuningan, Jawa Barat. Ia saat itu dipidana penjara 28 bulan dalam perkara penggelapan miliaran rupiah di PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba), milik mantan ayah mertuanya, Boedyharto Angsono. Kemudian, 6 Juni 2003, dua penjahat berkendara motor menembak Direktur Keuangan PT Asaba, Paulus Teja Kusuma, di Jalan Angkasa Jakarta Pusat, persis di depan Hotel Golden, Jakarta. Dua proyektil bersarang di leher dan dada korban. Tapi, Paulus lolos dari maut. Sementara itu, pada 19 Juli 2003, Direktur Utama PT Asaba, Boedyharto dan Edy Siyep, ditembak sekitar pukul 05.30 WIB di depan lapangan basket Gelanggang Olahraga Sasana Krida Pluit, Jakarta Utara. Gunawan yang masih dalam status pencarian polisi dituduh sebagai otak di belakang kasus tersebut, termasuk dalam penembakan Paulus Teja Kusuma. Pada 31 Juli 2003, Polisi Militer TNI Angkatan Laut (AL) menahan empat anggota Marinir terkait dengan dugaan pembunuhan Boedyharto. Mereka adalah Kopda (Mar) Suud Rusli, Kopda (Mar) Fidel Husni, Letda (Mar) Syam Ahmad Sanusi, dan Pratu (Mar) Santoso Subianto, merupakan pengawal pribadi Gunawan. Mereka menghilangkan dua nyawa orang lain atas suruhan Gunawan dengan imbalan keseluruhan Rp 4 juta. Kemudian, pada 14 Agustus 2003, "Gunawan orang yang paling dicari AL sampai kapan pun. Kalau dia tertangkap kami tembak pantatnya dulu baru kami serahkan kepada polisi," kata KSAL saat itu dijabat Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh. Pada 12 September 2003, Gunawan ditangkap pukul 04.00 dini hari oleh anggota Reserse Polda Metro Jaya di lantai bawah area parkir Griya Kemayoran, Jalan Industri, Jakarta Pusat. Dia diketahui telah melakukan operasi "face off" wajah ringan. Tanggal 11 Februari 2004, Gunawan mulai disidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Jaksa Andi Herman mengancamnya dengan hukuman mati. Pada 9 Maret 2004 pernyataan muncul, "Saya tahu terdakwa Gunawan adalah otak pembunuhan ayah saya karena saya tahu sifat Gunawan mau mengorbankan apa saja untuk mencapai keinginannya," kata Alice saat menjadi saksi dalam persidangan mantan suaminya itu. Sedangkan, 30 Maret 2004, Gunawan mencoba kabur saat dibawa dari Rutan Salemba menuju Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ia kabur saat lalu lintas sedang macet di Johar Baru, Jakarta Pusat. Namun ia berhasil ditangkap lagi di Cempaka Putih dan menderita luka tembak di pinggangnya akibat letusan pistol yang dibawanya sendiri. Persis pada 24 Juni 2004, Gunawan dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim. Gunawan terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja membujuk orang lain melakukan pembunuhan berencana. Gunawan tidak menyerah, dia mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi Jakarta justru menguatkan putusan PN Jakarta Utara. Gunawan lalu kasasi Mahkamah Agung. Lagi-lagi permohonnya ditolak. Pengacara memberi alternatif, mengajukan PK atau grasi. Gunawan belum memberi putusan, namun lebih suka PK seraya mencari bukti baru (novum). Pada 5 Mei 2006 Gunawan kabur dari selnya di LP Narkotika Cipinang, Jakarta Timur. Petugas mendapati selnya kosong sekitar pukul 07.00 WIB. Ia kabur dari selnya di Blok C No 110 LP Cipinang, yang terkenal punya pengamanan berlapis. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007