Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap diminta untuk hadir dalam persidangan menyangkut perkara pencemaran nama baik terhadap dirinya. Kuasa hukum terdakwa Zainal Maarif, Ahmad Kholid, sebelum persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, mengatakan jika Presiden tetap tidak datang, ia akan meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) guna memanggilnya kembali. Menurut rencana, JPU menghadirkan tiga saksi dalam persidangan, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dua juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng serta Dino Pati Djalal. Dua juru bicara presiden sudah menyatakan kesanggupan untuk hadir, sedangkan Presiden tidak akan memenuhi panggilan pengadilan dengan alasan banyak tugas kenegaraan. Ahmad Kholid mengatakan Presiden tetap harus diperiksa dalam persidangan, meski ia telah memberikan keterangan di bawah sumpah dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di polisi. "Dalam hal ini, Presiden adalah saksi korban, jadi tetap harus diperiksa. Apalagi, menurut hukum acara pidana justru saksi korban yang harus terlebih dahulu diperiksa," tuturnya. Jika Presiden tetap tidak bisa hadir di persidangan dengan alasan banyak tugas kenegaraan, Ahmad mengatakan, ia akan meminta persidangan untuk dipindahkan ke Istana Negara. "Istana itu kan masih wilayah yuridiksi PN Jakarta Pusat. Atau kita sidang hari Sabtu atau Minggu, pokoknya saat presiden punya waktu," ujarnya. JPU mempersiapkan 14 saksi, termasuk Presiden, untuk perkara pencemaran nama baik dengan terdakwa Zainal Ma`arif. Dalam dakwaan kesatu, Zaenal dijerat dengan pasal 335 KUHP tentang pencemaran nama baik. Sedangkan dalam dakwaan kedua, ia dijerat dengan pasal 310 KUHP dan dalam dakwaan ketiga dengan pasal 311 KUHP. Presiden didampingi oleh Ani Yudhoyono mengadukan Zaenal Ma`arif ke Polda Metro Jaya karena pernyataan Zaenal yang dinilai memfitnah serta mencemarkan nama baiknya. Kepada publik, Zaenal melontarkan pernyataan mengenai dugaan Yudhoyono pernah menikah dan memilik anak sebelum masuk Akademi Militer. Bahkan, Zaenal memberikan bukti yang mendukung pernyataannya itu kepada pimpinan DPR, DPD dan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada akhir Juli 2007, Zaenal telah meminta maaf secara terbuka kepada Presiden. Namun, karena tidak ada pencabutan laporan dari Presiden maka proses hukum terhadap Zaenal terus berjalan. (*)

Copyright © ANTARA 2008