Jakarta (ANTARA News) - Ini pendapat orang awam. Aktor kawakan Pong Harjatmo yang turut hadir dalam persidangan peninjauan perkara Antasari Azhar, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, yakin ada banyak kejanggalan dalam kasus yang berawal dari kematian direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.

"Tadi sudah dibacakan kejanggalan-kejanggalan dan peristiwa-peristiwanya ternyata banyak yang tidak cocok. Dari situ saja saya sudah tahu, kok supirnya gak dihadirkan. Apa dia sudah dibungkam, kalau forensik sudah dibungkam, jadi sudah banyak kejanggalannya," kata Pong.

Pong Hardjatmo adalah aktor senior Indonesia dan pernah menjadi ketua Persatuan Artis Film Indonesia pada dasawarsa '90-an. Menurut dia, selama masih ada kejanggalan, dia yakin bahwa kasus ini direkayasa.

Kasus Antasari Azhar dan ikutannya memang menghebohkan waktu itu. Secara terpisah, kuasa hukum Azhar, Maqdir Ismail, menyatakan, "Kita berharap bahwa begitu banyak hal tidak terbukti di persidangan seharusnya pak Antasari itu dibebaskan."

Ismail mengungkapkan banyak kejanggalan dalam kasus Antasari. Dalam banyak hal, katanya, kejanggalan itu sangat jelas.

"Tidak mungkin  bekas tembakan secara vertikal itu akan terlihat secara pararel di tubuh korban. Dan baju korban dari awal kasus ini bergulir tidak pernah dihadirkan dan yang masuk hanya celana jins. Anak peluru dan ini menunjukan bahwa ada yang ingin dijauhkan dari perkara ini," katanya.

Bukti ini menunjukan bahwa pak antasari tidak terllibat dalam kasus ini.

Selain itu menurut Maqdir, yang penting lagi adalah dalam kasus Antasari, Komisi Yudisial sudah memberikan rekomendasi karena hakim yang menangani kasus Antasari dinilai telah melanggar kode etik; hakim telah mengabaikan fakta-fakta dan keterangan ahli .

"Seharusnya hakim mematuhi rekomendasi itu, bagi kami ini untuk penegakan hukum ke depan dan tidak ada urusannya dengan pak Antasari dan tak ada maksud sedikitpun dari kami untuk mengakhiri karir hakim yang mengadili Antasari," katanya. (*)

Pewarta: Yudha P Jaya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011