Dari 110 debitur itu, sebanyak 80 orang sudah ...
Pekanbaru (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi Riau mengajukan permohonan perhitungan kerugian negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif Bank Riau-Kepulauan Riau Cabang Pembantu Dalu-Dalu, Kabupaten Rokan Hulu, senilai Rp43 miliar.

"Pengajuan permohonan audit sudah kami sampaikan. Sekarang tinggal menunggu jawabannya, siapa auditornya. Segera disampaikan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Muspidauan di Pekanbaru, Minggu.

Selain telah mengajukan permohonan audit kerugian negara, Muspidauan juga mengatakan penyidik pidana khusus Kejati Riau telah memeriksa sebanyak 80 debitur, dari total 110 debitur sebagai saksi.

Selanjutnya, Muspidauan juga menuturkan pihaknya turut memeriksa internal bank milik pemerintah daerah itu dalam upaya penyelidikan dugaan korupsi yang terjadi pada 2010 hingga 2014 silam tersebut.

"Dari 110 debitur itu, sebanyak 80 orang sudah kami periksa sebagai saksi. Dari internal juga sudah diperiksa," ujarnya pula.

Muspidauan menuturkan pihaknya telah menyita sejumlah dokumen terkait pengucuran kredit. Dokumen itu akan dilampirkan di dalam berkas perkara dan diklarifikasi dengan pihak-pihak terkait.

Sejauh ini, proses penyidikan masih berupa penyidikan umum. Artinya, proses penyidikan saat ini belum ada penetapan tersangka.

Jika seluruh saksi dan alat bukti telah terkumpul, penyidik selanjutnya akan melakukan gelar perkara.

Dugaan korupsi kredit fiktif itu terjadi dalam rentang waktu 2010 hingga 2014 silam. Sebanyak 110 debitur disebut-sebut memperoleh bantuan dana dari Bank Riau-Kepri (BRK) sebesar Rp43 miliar.

Belakangan, dari pemeriksaan saksi terungkap bahwa para debitur itu dicatut namanya atau hanya dipinjam nama dengan meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).

Selain itu, ada juga debitur yang dijanjikan plasma atau pola kerja sama dalam pembentukan kebun kelapa sawit. Hal itu dilakukan karena ada hubungan baik antara debitur dengan pimpinan BRK Cabang Dalu-Dalu saat itu.

Kenyataannya, para debitur tidak menerima pencairan kredit. Mereka hanya menerima sekitar Rp100 ribu hingga Rp500 ribu karena telah meminjamkan KTP dan KK guna pencairan kredit. Kuat dugaan ada oknum BRK yang menggunakan nama para debitur untuk pengajuan kredit.

Kasus itu mulai mencuat ketika kredit yang diberikan justru macet. Saat pihak bank melakukan penagihan, baru diketahui bahwa sebagian besar debitur tidak pernah mengajukan dan menerima pencairan kredit.

Selain itu, agunan kredit juga diketahui fiktif. Hal ini tentunya menambah pelik permasalahan ini. Hingga akhirnya, kredit mengalami kemacetan dan disidik Kejati Riau sejak akhir April 2018.

Kejati Riau menargetkan segera merampungkan kasus itu dalam waktu dekat, termasuk mengungkap siapa pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi tersebut.

Baca juga: Kejati segera gelar perkara tipikor pengadaan komputer di Diskominfo Riau
Baca juga: Kejati Riau selamatkan Rp30 miliar uang negara selama 2016
Baca juga: Kejati Riau periksa 20 saksi korupsi lahan embarkasi haji

 

Pewarta: Bayu Agustari Adha/Anggi Romadhoni
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018