Kami tidak dapat menghambat para imigran itu keluar dari Hotel Badra
Tanjungpinang (ANTARA) - Rumah Detensi Imigrasi Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau meminta warga untuk tidak memanjakan imigran pencari suaka untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perilaku asusila.

Kepala Rudenim Tanjungpinang Muhamad Yani Firdaus, di Tanjungpinang, Jumat, mengatakan, interaksi sosial yang berlebihan akan menimbulkan dampak negatif karena itu seharusnya warga bersikap biasa saja terhadap para pengungsi pencari suaka.

Sikap warga yang terlalu ramah, seperti memasukkan para imigran ke dalam rumahnya, dapat disalahartikan oleh para pencari suaka itu, katanya.

"Dari kasus asusila yang terjadi, kami berpendapat perilaku itu tidak hanya kesalahan para imigran. Ini seperti ada penawaran dan permintaan. Kalau warga bersikap biasa saja, imigran juga tidak akan berani macam-macam," ujarnya.

Yani mengatakan jumlah imigran yang saat ini tinggal di Hotel Badra sebanyak 455 orang. Mereka seluruhnya pria berusia produktif. Setiap hari mereka diizinkan untuk keluar  Community House  mulai dari pukul 06.00-18.00 WIB.

Selama 12 jam setiap hari mereka berinteraksi dengan warga seperti memenuhi kebutuhan harian dengan berbelanja di warung milik warga.

Warga sebaiknya ikut mendorong mereka agar kembali ke negara asalnya, seperti Afghanistan, Somalia, Iran dan Irak.

"Bukan malah bersikap terlalu baik kepada mereka, ajak mereka ngopi di dalam rumah. Ini sebaiknya dihindari agar tidak terjadi permasalahan," ucapnya.

Beberapa hari ini kasus asusila yang dilakukan sejumlah imigran asal Afghanistan menjadi sorotan warga. Kasus itu telah ditangani pemerintah daerah, dan pihak kepolisian.

Akar permasalahan tersebut terjadi lantaran ada interaksi negatif antara imigran asal Afghanistan dengan wanita lokal. Permasalahan itu menjadi kasus lantaran ada istri warga lokal yang berselingkuh dengan imigran.

"Ada enam orang yang masuk ruang isolasi di Rudenim," tegasnya.

Yani mengemukakan Rudenim Tanjungpinang  sebagai institusi yang disalahkan dalam kasus asusila itu. Padahal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125/2016, pengawasan terhadap aktivitas imigran dilakukan oleh pemda dan pihak kepolisian.

Sementara tugas Rudenim berhubungan dengan pengawasan keimigrasian.

Pengawasan juga seharusnya dilakukan oleh perangkat pemerintahan dari dinas terkait hingga RT/RW.

Jika ditemukan pelanggaran hukum, warga dapat menangkapnya. Pelaku kejahatan dapat diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Upaya pencegahan juga sudah dilakukan Rudenim, dengan melibatkan instansi lainnya seperti Kemenag, pihak kecamatan dan kelurahan.

Rudenim mendorong agar warga bersikap sewajarnya kepada para imigran, yang tidak dapat dipastikan kapan akan diberangkatkan ke negara ketiga.

"Kami juga tidak dapat menghambat para imigran itu keluar dari Hotel Badra," tuturnya.

Berdasarkan perpres itu pula, Yani menegaskan pihaknya tidak dapat menahan para imigran di Rudenim. Apalagi di Konvensi Jenewa, Indonesia diprotes keras karena menahan imigran di Rudenim.

Akhirnya, awal tahun 2018, para imigran tersebut tinggal di Hotel Badra, yang ditetapkan sebagai Community House.

"Mereka bukan pelaku kejahatan sehingga tidak boleh tinggal di Rudenim," katanya.


Baca juga: Rudenim Pekanbaru pindahkan 25 pengungsi ke Jakarta
Baca juga: Tiga Pengungsi Afghanistan di Pekanbaru Ditangkap karena Berzina
Baca juga: 116 imigran di Pekanbaru mogok makan

 

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019