Mogadishu (ANTARA News) - Pihak berwenang Somalia membebaskan tiga pekerja bantuan Turki yang ditangkap karena mengirim bantuan ke korban kekeringan di sebuah daerah yang dikuasai gerilyawan Al-Shabaab, kata seorang pejabat, Rabu.

Ketiga orang itu, yang pergi ke sebuah kamp sekitar 50 kilometer sebelah baratdaya Mogadishu, ibu kota Somalia, dibebaskan Selasa larut malam beberapa jam setelah mereka ditangkap, lapor AFP.

"Ketiga pekerja bantuan Turki itu telah dibebaskan. Mereka bersikeras bahwa mereka telah memperoleh surat izin dari kementerian dalam negeri, namun ada kesalahpahaman karena pemerintah tidak tahu mereka pergi ke daerah-daerah yang dikuasai Al-Shabaab," kata Mohamed Ibrahim, seorang pejabat keamanan pemerintah.

"Kami tidak bisa mempercayakan orang-orang yang berada dalam tanggung jawab kami kepada Al-Shabaab karena mereka mungkin bisa diculik untuk uang tebusan," katanya.

Beberapa sumber mengatakan, Presiden Sharif Sheikh Ahmed turun tangan bagi pembebasan orang-orang asing itu.

"Presiden bertemu dengan ketiga pekerja bantuan itu sebelum mereka secara resmi dibebaskan larut malam kemarin dan ia mengatakan kepada mereka bahwa pemerintah tidak bisa menerima bila ada orang yang melanggar keamanan karena mereka bisa terluka," kata pejabat keamanan Siyad Abdulahi.

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan bulan lalu berjanji membantu Somalia yang dilanda kelaparan ketika ia mengunjungi Mogadishu.

Enam wilayah Somalia selatan telah diumumkan sebagai zona kelaparan, termasuk di dalam Mogadishu, dimana lebih dari 100.000 orang mengungsi untuk mencari bantuan dalam dua bulan terakhir.

Kondisi kelaparan itu diperumit oleh bentrokan-bentrokan yang terus terjadi antara pasukan Somalia serta Uni Afrika sekutunya dan gerilyawan Al-Shabaab.

Bentrokan-bentrokan itu berlangsung ketika badan-badan bantuan internasional berusaha mencari cara untuk menyerahkan bantuan makanan kepada penduduk yang tinggal di kawasan yang dilanda kelaparan, khususnya daerah-daerah Somalia selatan yang dikuasai kelompok Al-Shabaab yang terkait dengan Al-Qaida.

Badan-badan bantuan menarik diri dari Somalia selatan pada awal 2010 setelah ancaman terhadap staf mereka dan aturan semakin keras yang diberlakukan terhadap aktivitas mereka oleh Al-Shabaab, yang dimasukkan ke dalam daftar kelompok teror oleh Washington.

Militan pada Juli mengatakan, kelompok bantuan asing bisa kembali lagi ke wilayah itu, namun seorang juru bicara Al-Shabaab mengatakan kemudian bahwa larangan operasi terhadap mereka masih tetap diberlakukan.

Al-Shabaab mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli 2010.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaeda.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011