Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengeksplorasi mikroba yang berpotensi probiotik di akuakultur untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat pemakaian antibiotik pada perikanan dan mencegah resistensi antimikroba.

"Resistensi Antimikroba (AMR) ini merupakan penyakit yang nantinya mungkin akan dominan dibandingkan kanker karena tingkat resistansi yang dari tahun ke tahun yang semakin terakumulasi," kata peneliti ahli madya Pusat Riset Mikrobiologi Terapan Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN Khairul Anam di Webinar Fasilitasi dan Pendanaan Riset dan Inovasi (Walidasi) Edisi Fasilitasi Pengujian Produk Inovasi Kesehatan (PPIK) Batch 1 2022 di Jakarta, Selasa.

Khairul dan tim akan melakukan ekspedisi ke Lombok di Nusa Tenggara Barat untuk eksplorasi bakteri menguntungkan guna mendapatkan kandidat bakteri probiotik.

Saat ini, ada lima kawasan budidaya perairan untuk pengambilan sampel yang terletak di Lombok Utara, Lombok Timur dan Lombok Tengah, dengan komoditas budidaya perikanan yakni udang, nila dan lele.

Baca juga: BRIN mendanai 45 kegiatan riset ekspedisi dan eksplorasi

Baca juga: BRIN-MLI ajak generasi muda tingkatkan peran lestarikan air


Kegiatan riset tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi dalam rangka mengurangi penggunaan antibiotik dan mencegah munculnya bakteri resistan terhadap obat dalam akuakultur dengan menggunakan mikroorganisme menguntungkan (probiotik) yang diperoleh dari ikan dan dapat menekan patogen di ikan.

Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit mengalami perubahan sehingga obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan infeksi yang ditimbulkan mikroorganisme itu menjadi tidak efektif karena mikroorganisme semakin sukar untuk disembuhkan.

Mikroorganisme tersebut bisa menjadi resisten terhadap penggunaan antibiotik. Jika dibiarkan, risiko penyebaran penyakit dan kematian menjadi semakin tinggi.

Oleh karena itu, resistensi antimikroba menjadi ancaman kesehatan yang mendesak. Khairul mengatakan sektor perikanan dan budidaya juga rentan berisiko terjadi resistensi antimikroba karena pemakaian antibiotik dalam budidaya perikanan.

Penggunaan antibiotik di budidaya perikanan diperkirakan meningkat pada 2030 di negara-negara Asia termasuk China, India, Vietnam dan Indonesia. Antibiotik digunakan sebagai suplemen untuk promosi pertumbuhan atau perlindungan infeksi patogen dalam budidaya perikanan.

"Akuakultur merupakan salah satu sumber bakteri resistan antibiotik karena penggunaan antibiotik," ujarnya.

Khairul menuturkan, menurut suatu penelitian, kematian akibat resistensi antimikroba diprediksi menyebabkan korban jiwa setiap tahun, yang mana pada 2050 diperkirakan memakan korban 4,5 juta jiwa di Asia, dan 4 juta jiwa di Afrika.

"Kami berpikir risiko munculnya dan penyebaran bakteri resisten antimikroba di Asia meningkat dalam waktu dekat," ujarnya.

Berangkat dari kekhawatiran tersebut, maka BRIN dan mitra akan meneliti dan mengeksplorasi mikroba yang berpotensi probiotik di akuakultur. Jika mikroba potensial tersebut ditemukan, maka nantinya dapat digunakan di akuakultur sehingga menjadi alternatif untuk menggantikan penggunaan antibiotik.

Kegiatan penelitian tersebut mendapatkan fasilitasi melalui skema Pendanaan Ekspedisi dan Eksplorasi (PEE) yang disediakan BRIN.*

Baca juga: BRIN dukung pelestarian sumber daya air berbasis kearifan lokal

Baca juga: Peneliti BRIN: Bentuk NEPIO untuk persiapan pembangunan PLTN

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022